A.
Agama
budha di korea
[1]dikorea,agama buddha mencapai puncak kejayaannya dibawah dinasti
koryo,khususnya antara tahun 1140-1390.pendiri dinasti ini adalah umat budha
yang taat yang menyerahkan keberhasilannya pada lingkungan
budha.penerus-penerusnya tak pernah ragu-ragu mendukung agama ini.tiap raja
memilih seorang bonze sebagai
‘’pembimbing’’ atau penasehatnya.kitab suci dibawa didepan raja bila mereka
berpergian.edisi-edisi kitab suci yang baik dicetak atas biaya negara.untuk
jangka waktu panjang, pemerintah sepenuhnya ditangan para bonze.
sejak abad ke 12
kaum bangsawan adalah pendukung utama agama budha.,tetapi sekarang juga
merupakan agama rakyat.unsur-unsur ghaib yang kuat masuk kedalam agama
budha,sebagaimana yang terjadi pada agama ini bila sudah benar-benar
populer.banyak boze-bonze menjadi ahli memperpanjang hidup,membuat
mukjizat,membangkitkan arwah-arwah,dan lain sebagainya.pada tahun 1036 ada
suatu undang-undang penghapusan hukuman mati dan memutuskan bahwa dari empat
orang anak laki-laki,seorang harus menjadi biksu.dinasti koryo mencurahkan
banyak uang untuk upacara-upacara dan bangunan-bangunan agama yang bagus dan
karya-karya seni yang tak terhitung banyaknya diciptakan dimasa ini.selama
dinasti yuan,khususnya setelah tahun 1258,lamaisme memberikan pengaruh besar.pada
abad ke 14 umat budha mendominasi hampir seluruh korea.pada tahun
1310,diputuskan bahwa para biksu tak perlu menghormati siapapun,sedangkan tiap
orang harusmenghormati mereka.orang-orang yang telah memilih kehidupan
agama,dibebaskan dari masalah-masalah materi.
kedudukan wihara
yang memiliki hak-hak istimewa yang berlebihan berakhir tiba-tiba dengan
pergantian dinasti pada tahun 1392.konfusianisme sekarang diatas angin,para
biksu kehilangan dukungan pejabat dan kehidupan politik,tanah-tanah mereka
disita,mereka dilarang berdoa pada upacara pemakaman,23 wihara yang ada di
seoul ditutup, dan agama budha menjadi terkucilkan.namun sebagai agama
masyarakat ia tetap ada,jauh dari kota-kota,dipegunungan intan yang agak sulit dicapai.secara doktrin,agama budha ini adalah
campuran dari ch’an,amidisme,dan takhayul setempat.antara tahun1910-1945
bangsa jepang memacu agama budha,tetapi ia tetap dalam keadaan yang agak lemah.
B.
Agama budhha di
jepang
[2]Berbeda dengan keadaan di China di mana agama Buddha berawal dari lingkungan keluarga, di Jepang pengenalan agama Buddha menjangkau bangsa Jepang secara menyeluruh. Agama Buddha diperkenalkan ke Jepang melalui Kudara di Pakche, salah satu kerajaan di semenanjung Korea pada tahun 522, dan oleh penguasa politik Jepang pada waktu itu dimaksudkan sebagai perlindungan bagi negara. Agama baru ini diterima oleh dinasti Soga yang berkuasa. Sejarah agama Buddha di Jepang dikelompokkan ke dalam tiga periode,yakni :
Periode kedatangan (abad ke 6-7), mencakup periode
Asuka dan Nara
Periode nasionalisasi (abad 9-14), mencakup periode
Aeian dan Kamakura
Periode lanjutan (abad 15-20), mencakup periode Muromachi, Momoyama, dan
Edo serta zaman modern.
·
Periode kedatangan
[3]Manifestasi agama Buddha pada periode ini adalah penyesuaian
(adaptasi) terhadap kepercayaan asli bangsa Jepang, yakni agama Shinto.
Para bhikṣu pada masa ini harus dapat
melaksanakan upacara keagamaan bersamaan dengan upacara pemujaan nenek moyang.
Secara bertahap agama Buddha dapat mempertahankan diri dan berkembang di antara rakyat banyak tanpa
menyisihkan agama Shinto.Penerapan ajaran agama Buddha dari China
oleh Jepang berdasarkan latar belakang karakter kebudayaan China, di mana agama
Buddha diterima oleh keluarga kaum aristocrat. Kaum aristocrat di
Jepang pada waktu itu adalah kaum intelektual. Begitu kaum aristocrat menerima
agama Buddha, maka penyebarannya ke seluruh negeri berlangsung dengan
cepat.
Beberapa penguasa di Jepang pada zaman kuno menerima agama Buddha
sebagai pedoman hidup. Pangeran Shotoku (574-621), di bawah pemerintahan Ratu
Suiko banyak berperan dalam perkembangan agama Buddha di Jepang,
misalnya dengan mendirikan Vihāra Horyuji dan menulis banyak komentar
mengenai ketiga kitab suci agama Buddha.Pada periode ini tercatat enam
aliran agama Buddha yang diperkenalkan dan berkembang di Jepang, yakni :
Kusha (aliran Abhidharmakosa),
Sanron (aliran Tiga
Kitab Suci dari Madyamika),
Jojitsu (aliran Satyasiddhi-sastra),
Kegon (aliran Avatamsaka),
Hosso (aliran Dharma-laksana),
Ratsu (aliran Vinaya).
·
Periode nasionalisasi
Periode ini diawali dengan munculnya dua aliran agama Buddha di
Jepang, yaitu aliran Tendai oleh Saicho (797-822) dan aliran Shingon
oleh Kukai (774-835). Tujuan dari para pendiri aliran tersebut adalah agar
agama Buddha dapat diterima oleh rakyat Jepang.Selama pemerintahan Nara (710-884) sesungguhnya agama Buddha telah menjadi agama
negara. Kaisar Shomu secara aktif telah mempropagandakan agama ini dan membuat
patung Buddha yang besar di Nara serta menjadikannya sebagai pusat
kebudayaan nasional. Di tiap propinsi dibangun pagoda-pagoda dan sistem
pembabaran Dhamma yang efektif sesuai dengan keadaan setempat.
Sekte Kegon
(Huan Yen) versi Jepang memberikan ideologi Buddhis baru bagi negara. Selama
pemerintahan Nara terdapat 6 sekte yang berkembang di Jepang. Sekte Kagon
(sekte Hwaom Korea) adalah sekte yang mempunyai pandangan dan kepercayaan bahwa
semua yang ada di dalam ini dapat berhubungan erat dengan kosmik yang terwujud
di dalam tubuh Buddha. Pandangan dan kepercayaan ini didasarkan pada
Avatamsamkasutra. Pendidikan dan pemikiran Ritsu
terutama lebih ditekankan pada disiplin (vinaya) serta semata-mata
merupakan alternatif akademik. Pada saat penyelamat alam yang ideal yang
diperkenalkan adalah apa yang diajarkan Lotus Sutra dan penekanannya pada
peranan umat seperti penjelasan dalam Vimalakitri Sutra. Dengan adanya cara
penyelamatan yang ideal ini menjadi jelas bagi raja bahwa rohaniawan terlalu
banyak berperan dan aktif di dalam politik.
Selama
pemerintahan anak perempuan (putri) Kaisar Shoma, bhikṣu Donkyu yang
bertindak selaku pejabat pemerintah dari putri kaisar tersebut telah mencoba
untuk menjadi kaisar. Hanya karena adanya perlawanan para aristocrat, maka
Jepang tidak menjadi negara teokrasi beragama Buddha aliran Tibet.
Sebagian dari perlawanan ini karena adanya tekanan dari Saṅgha, karena adanya situasi yang tidak menguntungkan ini, akhirnya
pengadilan memutuskan untuk memindahkan pusat pemerintahan ke Kyoto pada tahun
794.
Pada tahun 804, Bhikṣu Saichi dikirim ke China dan kemudian kembali ke
Jepang untuk mengajarkan (membabarkan) doktrin dari Tien Tai (dalam
bahasa Jepang disebut Tendai).Walaupun sekte Hasso telah
mengajarkan bahwa ada beberapa yang tidak bisa diselamatkan, tetapi Tendai
menekankan pembabatan dan penyelamatan alam. Agama Buddha Jepang yang
berkarakter Jepang terus berlangsung dan dapat didengar dalam pendidikan dan
pemikiran baru dari masa Huan. Kompleks Vihāra Tendai di atas
pegunungan Hie dikenal sebagai cikal bakal dari agama Buddha
di dalam menyelamatkan keamanan negara.
Aliran Shingon adalah salah satu bentuk dari aliran Tantra yang
diperkenalkan kepada Jepang oleh Bhikṣu Kukai di
awal abad ke-9. Agama Buddha Shingon menentukan penyatuan dari
pemeluknya dengan Buddha (persatuan Kawula-Gusti) dalam berbagai macam
bentuknya.Dalam perkembangan sekte-sekte Buddhis, Tendai dan Shingon
bercampur baur dengan agama Shinto yang nampak dalam penyatuan pemujaan
dewa Shinto dan dewa-dewa dalam agama Buddha, sehingga terjadi
persekutuan pemujaan.
Gerakan dalam agama Buddha terjadi pada abad ke-10 dengan munculnya
kepercayaan terhadap Buddha Amitābha. Banyak orang yang memeluk kepercayaan
ini karena kesederhanaan ajaran, yakni dengan mengucapkan ”Amitābha Buddha”
secara berulang-ulang akan terlahir di Tanah Suci (Sukhavati). Kemudian gerakan
lain banyak muncul pada abad ke-13 karena banyak didorong oleh cita-cita umat
awam untuk mencapai kemurnian dan kesederhanaan ajaran maupun caranya.
Pandangan ini banyak dianut oleh para petani dan prajurit.
[4]pada periode kamakura (1192-1335),mazhab amida dan zen muncul kepermukaan,seperti yang terjadi di china pada tahun
1000 masehi.sekte amida yang pertama,dikenal sebagai yuzu nembutsu,telah didirikan pada tahun 1124 oleh ryonin,yang melihat jalan penyelamatan
dengan melafal ‘’’nembutsu’’ terus-menerus, yaitu dengan kata-kata namu amida butsu,hingga 60.000 kali
sehari.ia juga mengajarkan bahwa permohonan ini akan jauh lebih baik jika
diulangi untuk orang lain dari pada untuk tujuan diri sendiri.sektenya ini
tidak pernah mempunyai banyak pengikut,walaupun masih tetap ada. Yang jauh
lebih berpengaruh adalah jodo atau
aliran ‘’tanah suci’’ yang didirikan oleh honen
(1133-1212),seorang pendeta yang luar biasa terpelajar dan lembut.
zen
segera tersebar diantara para samurai,khususnya dalam bentuk rhinzai,sesuai
dengan ungkapan pribahasa,bahwa: ‘’rhinzai untuk jenderal,soto untuk petani’’.
Dengan cara
ini,zen menciptakan bushido ‘’jalan
kesatria’’, dan hubungan dekat dengan kelas prajurit ini merupakan salah satu
transformasi agama buddha yang mengagumkan.zen banyak merangsang kepekaan
bangsa jepang terhadap keindahan (mono-no-aware).seperti yang dilakukan ch’an
di china,begitu pun zen di jepang sejak akhir periode kamakura banyak
menstimulir arsitektur,seni pahat,lukisan,kaligrafi,dan barang-barang
tembikar,dan juga puisi dan musik.
ikatan
erat antara zen dan nasionalis bangsa jepang sering kali ditekankan.literatur
buddha diperkaya lagi dengan dua bentuk sastra baru,yaitu drama noh dan
‘’lagu-lagu perpisahan’’.di dalam kebudayaan yang didominasi oleh samurai,
kematian adalah realita yang selalu terjadi dan mengatasi ketakutan akan
kematian adalah salah satu tujuan latihan zen.di bawah ashikaga shogun
(1335-1573), zen memperoleh dukungan pemerintah.pengaruh budayanya mencapai
puncak dan tersebar diantara masyarakat umum karena isinya lebih mengutamakan
tindakan nyata daripada pikiran-pikiran spekulatif.tindakan-tindakan haruslah
sederhana,namun mendalam dan ‘’indah bersahaja.’’
setelah
tahun 1500,agama buddha jepang tidak lagi berjalan mulus. Kekuatan kreatifnya
telah memudar dan kekuatan politiknya telah terpecah. Nabunaga menghancurkan
kubu tendai di heizen pada tahun 1571,dan hideyoshi melakukannya pada pusat
shingon besar di negoro pada tahun 1585.Dibawah pemerintahan tokugawa (1603-1867),konfusianisme
bangkit kembali. Kemudian pada abad
ke-18, shintoisme yang militan bangkit kembali.agama budha surut ke
belakang layar,organisasi dan aktivitas para biksu diawasi pemerintah dengan
hati-hati,untuk menjamin pendapatan-pendapatan wihara dan pada saat yang sama
mencegah berkembangnya kehidupan yang independen di dalamnya.agama budha
tenggelam dalam keadaan yang lamban.tetapi tradisi sekte ini tetap
berlanjut.sekte zen menunjukan kegairahan.pada abad ke-17,hakuin memperkenalkan
kehidupan baru kepada sekte rinzai dan sekte ini menganggapnya sebagai pendiri kedua
; pujangga basho mengembangkan gaya puisi baru.pada tahun 1655,sekte zen yang
ketiga,obakhu masuk dari china dan tetap menggunakan karakter-karakter khas
china.tahun 1868 agama budha amat diabaikan dan dalam waktu singkat sepertinya
agama ini akan musnah.tapi setelah tahun 1890,pengaruhnya kembali meningkat dan
pada tahun 1950,dua pertiga dari penduduk menganut salah satu sekte
utama.adaptasi terhadap kehidupan moderen dan terhadap persaingan dengan umat
kristen lebih banyak terjadi disini dari pada di negara-negara budha
lainnya.pada tahun-tahun terakhir,zen jepang menarik banyak perhatian di eropa
dan amerika,dan penafsir yang sangat baik adalah D.T.Suzuki.Pada zaman Kamakura
mulai timbul feodalisme di Jepang. Aliran-aliran agama Buddha yang
tumbuh dalam suasana feodalisme tersebut di antaranya adalah Zen yang
diperkenankan oleh Eisai (1141-1215), Dogen (1200-1253) serta Nichiren
yang didirikan oleh Nichiren (1222-1282).
·
Perkembangan Nichiren
Pada abad
ke-13, agama Buddha di Jepang menghasilkan seorang pembaharu yakni Bhikṣu Nichiren
(1222-1282). Pemimpin yang memiliki kharisma ini mengajarkan bahwa keselamatan
dapat dicapai dengan mengucapkan kata-kata suci NamaMyohorengekyo (terpujilah Sadharmapundarika Sūtra) dan beliau tidak ragu-ragu untuk mengkritik orang
lain. Ramalan Nichiren mengenai bangsa Mongol yang akan menyerang Jepang
menyebabkan sekte ini terkenal di Jepang.Dalam sekte Nichiren terdapat
dua kelompok yang besar, yaitu :
Nichiren Shu
Nichiren Shoshu
Setelah Nichiren wafat, para pengikutnya sepakat
bahwa yang bertanggung jawab memelihara makamnya seharusnya dilakukan secara
bergiliran oleh para siswa utamanya. Seorang di antaranya adalah Niko yang
menyatakan bahwa jika gilirannya tiba maka dia bersama pengikutnya akan
memelihara makam itu secara tetap. Sebaliknya para siswa utama yang lain, di
antaranya Nichiko meninggalkan Gunung Minofu, tempat makam Nichiren di Candi
Kuonvi, dan pada tahun 1290 mendirikan Vihāra Daisekeji, yang kini merupakan pusat Nichiren Shoshu di
kaki Gunung Fuji. Perlawanan Nichiko kepada lima siswa yang lain tidak hanya
terbatas pada pewarisan makam Nichiren, tetapi lebih daripada itu, yaitu
pemisahan total secara doctrinal (ajaran).
Dalam melawan
5 teman seperguruannya yang memegang teguh 28 pasal dari Sadharmapundarika
Sūtra (yakni 14 pasal pertama yang disebut Jakumon dan 14 pasal
berikut yang disebut Honmonyang) yang merupakan sifat eternal dari Buddha
untuk menyatakan diri Beliau agar manusia dapat mengetahui dan berkomunikasi
dengan beliau.Nichiren Shoshu berkeyakinan bahwa Nichiren adalah pendiri
agama dan Nichiko sebagai pendiri sekte ajarannya. Nichiren adalah seorang Bodhisatta
(Bosatsu) dan bukan Buddha zaman sekarang. Hal inilah yang
menyebabkan perbedaan yang tajam dan tidak adanya kesesuaian paham dan langkah
antara sekte Nichiren Shoshu dengan sekte-sekte agama Buddha yang
lain.
Pada khotbahnya yang terakhir yang dikenal dalam bahasa Jepang sebagai ohudsu
myogo menyerukan kesatuan antara penguasa negara dan lembaga Buddhis dan
menuntut agar agama Buddha dinyatakan sebagai agama negara. Dengan
berprinsip bahwa masa ini adalah zaman mappo (akhir zaman) sehingga
terjadi kemerosotan, maka dalam agama Buddha, Nichiren Shoshu yang
paling berhak memberikan keselamatan yang berharga, sedangkan Buddha Gotama
menduduki posisi kedua. Bahkan Lotus Sūtra yang oleh aliran Nichiren
dipandang sebagai puncak ajaran Buddha Gotama dianggap kurang penting
dibandingkan dengan 7 suku kata nichiren vat tu nama Muoho rengekyo (terpujilah
pembabaran Lotus Sūtra).
Pertentangan
antara Nichiren Shoshu dengan sekte-sekte agama Buddha yang masih
berpegang pada ajaran Buddha Gotama dipertajam dengan ajaran "semua
manusia dan makhluk-makhluk surga kecuali Buddha (Buddha Nichiren)” adalah
pengikut jalan sesat, oleh karena itu sūtra-sūtra aliran Kegon, Agon,
Hodo, hanya Nehan, dan Danichi, semua Sūtra kecuali Lotus
Sūtra, adalah ajaran sesat. Semua orang yang membimbing orang 7 sekte
kecuali sekte Tendai adalah ”Setan Penyiksa” yang mengatur orang-orang
ke jalan sesat. (All of the human and heavenly
realm except that of the Buddha are evil ways. Therefore Kegon, Agon, Hodo,
hannya, Nehan, Dainiehi sutras all the sutras except the Lotus Sutra, are evil
ways. All those who lead people into any of the seven sects except Tendai are
tormenting devils leading people in to the evil paths).
·
Periode Lanjutan
Dengan berakhirnya periode Kamakura,
maka di Jepang tidak terdapat perkembangan agama yang berarti, kecuali
meluasnya beberapa aliran.Pada zaman Edo (1603-1867), agama Buddha
sudah kembali menjadi agama nasional di bawah perlindungan Shogun Tokogawa. Pada
masa pemerintahan Shogun Tokogawa, agama Buddha di Jepang menjadi tangan
(alat) dari pemerintah. Vihāra sering digunakan sebagai pendataan dan
pendaftaran penduduk dan dijadikan salah satu cara untuk mencegah penyebaran
agama Kristen yang oleh pemerintah feodal dianggap sebagai ancaman politik.
Agama Buddha tidak begitu
populer di kalangan masyarakat pada masa pemerintahan Meiji (1868-1912). Pada
waktu itu, muncul usaha untuk menjadikan Shinto sebagai agama negara,
yang dilakukan dengan cara memurnikan ajaran Shinto yang telah bercampur
dengan agama Buddha, dan untuk itu dibutuhkan suatu penyelesaian. Cara
yang dilakukan antara lain dengan menyita tanah vihāra dan membatasi
gerak-gerik para bhikṣu.Keadaan tersebut berubah setelah
restorasi Meiji pada tahun 1868, agama Buddha menghadapi saingan dari
agama asli, Shinto. Namun hal itu dinetralisir dengan kebebasan memeluk
agama yang diberikan oleh undang-undang dasar Jepang.
Selama periode
ultra nasional (1930-1945) pemikir-pemikir agama Buddha menyerukan
penyatuan dunia Timur (Asia Timur Raya) ke dalam tanah suci Buddha (Buddha
Land) di bawah pengawasan Jepang. Setelah perang berakhir,
kelompok-kelompok agama Buddha yang baru dan lama mulai menyatakan bahwa agama Buddha
merupakan agama negara yang penuh dengan perdamaian dan persaudaraan.Mendekati
berakhirnya masa perang, aktivitas umat Buddha terlihat lebih nyata,
diantaranya adalah gerakan dari agama baru seperti Soka Gokkai dari Nichiren Shoshu dan Resso Kosei Kai.
Blog yang menarik, mengingatkan saya akan Kuil Meiji di Tokyo ,didedikasikan buat roh ilahi (Kami) Kaisar Meiji dan Permaisuri Shohen.
BalasHapusSaya mencoba menulis blog tentang hal ini, semoga anda juga suka blog di http://stenote-berkata.blogspot.com/2021/06/tokyo-di-kuil-meiji.html