Rabu, 23 Mei 2012

Konsepsi Tentang Alam dan Manusia Etika (Catur Paramita dan Catur Mara)


BAB I
PENDAHULUAN
Alam semesta ini merupakan suatu tata teraturan dunia yang terdiri atas matahari, bulan, bintang, gunung, udara dan lain-lain serta dalam hal itu orang percaya akan adanya itu semua, bahwa saat yang sama ada banyak tata dunia. Begitulah yang dilukiskan orang tentang alam semesta atau jagad raya yang terbentang tak terbatas jauhnya di dalam ruang dan waktu[1] . dalam ilmu mantiq alam terbagi menjadi dua bagian yaitu : alam mikrokosmos dan alam makrokosmos. Alam mikrokosmos berbicara tentang manusia dan alam makrokosmos berbicara tentang alam jagad raya.
Dalam ajaran agama budha, alam adalah ciptaan yang timbul dari sebab-sebab yang mendahuluinya serta tidak kekal. Oleh karena itu bisa disebut Sankhata Dharma yang bearti ada, yang tidak mutlak dan mempunyai corak timbul, lenyap dan berubah.[2] Dalam ajaran Budha, kelahiran setiap makluk hidup dapat terjadi di dalam berbagai macam alam yang berbeda-beda keadaanya.

 


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Konsepsi Tentang Alam
Dalam visudha maga 2204 loka atau seluruh alam di kelompokan atas shankharaloka, sattaloka dan okasaloka. Shankharaloka adalah alam makhluk yang tidak mempunyai kehendak, Sattaloka yaitu alam para makhluk hidup yang mempunyai kehendak dan Okasaloka adalah alam tempat.[3]
           
1.      Sattaloka
      Terdiri dari tiga puluh satu alam kehidupan yang dapat dikelompokan atau digolongkan menjadi Kamolaka, Rupaloka, dan Arupaloka.
a.      Kamaloka
Kamaloka merupakan alam kehidupan yang masih senang dengan nafsu birahi dan terikat oleh panca indriya. Kamaloka terbagi menjadi 11 macam-macam alam kehidupan yang terbagi menjadi dua bagian yakni : empat alam kehidupan yang dapat disebut Apayabhumi atau Duggatibhumi dan tujuh alam kehidupan yang disebut Sugatibhumi atau Kamasugatibhumi. Apayabhumi merupakan alam neraka, tempat tumimbal lahir yang paling tidak menyenangkan, yang keadaanya lebih rendah dari pada alam kemanusiaan. Dan apayabhimi terdiri empat macam yaitu :
1.      Tiracchana-Bhumi atau Tiracchana-Yoni, yang merupakan alam binatang mengapa demikian karena makhluk-makhluk yang berdiam di alam ini tidak mempunyai tempat yang khusus. Tiracchana-Bhumi terbagi menjadi dua kelompok, yang pertama kelompok makhluk binatang yang dapat dilihat dengan mata biasa dan yang kedua kelompok makhluk binatang yang tidak dapat dilihat dengan mata biasa. Dan ada empat kelompok makhluk binatang yang tidak berkaki dan berkaki, diantaranya :
a.       Apadatiracchana, yaitu kelompok makhluk binatang yang tidak mempunyai kaki
b.      Dvipadatiracchana, kelompok makhluk binatang yang mempunyai dua kaki
c.       Caturpadatiracchana, kelompok makhluk binatang yang mempunyai empat kaki dan
d.      Bahuppadatiracchana, kelompok makhluk binatang yang mempunyai banyak kaki.
2.      Niraya-Bhumi atau Nikaya yaitu alam neraka yang keadaannya sangat menyedihkan, dan hanya sementara, tidak abadi. Serta tidak terdapat kesenangan dan kebahagiaan. Niraya-Bhumi terbagi menjadi 8 macam yaitu :
1. Sanjiva-Naraka
2. Kalasutta-Naraka
3. Sanghata-Naraka
4. Roruva-Naraka
5. Maharoruva-Naraka
6. Tapana-Naraka
7. Mahatapana-Naraka dan
 8. Avici-Naraka
3. Peta-Bhumi atau Alam Setan yaitu makhluk yang berdiam di alam ini jauh dari  kebahagiaan dan kesenangan. Dalam kitab Vinaya dan Lakkhanasamyutta terdapat 21 macam peta di antaranya :
 1.  Atthisankhasika-Peta, yaitu setan yang mempunyai tulang bersambung, tetap tidak               berdaging
2. Mansapesika-Peta, yaitu setan yang mempunyai daging terpecah-pecah, tetapi tidak mempunyai tulang
3. Mansapinada-Peta yaitu setan yang mempunyai daging berkeping-keping
4. Nicachaviparisa-Peta yaitu setan yang tidak mempunyai kulit
5. Asiloma-Peta, yaitu setan yang berbulu tajam
6. Satilloma-Peta, yaitu setan yang berbulu seperti tombak
7. Usuloma-Peta, yaitu setan yang berbulu panjang seperti anak panah
8. Suciloma-Peta, yaitu setan yang berbulu seperti jarum
9. Dutiyasuciloma-Peta, yaitu setan yang berbulu seperti jenis bulu yang kedua
10. Kumabhanda-Peta,yaitu  setan yang mempunyai buah kemaluan yang sangat          besar
11. Guthakupanimugga-Peta, yaitu setan yang bergelimpang dengan kotoran
12. Ghutakhadaka-Peta, yaitu setan yang makan kotoran
13. Nicachavitaka-Peta, yaitu setan perempuan yang tidak mempunyai kulit
14. Dugagandha-Peta,yaitu  setan yang berbauh sangat busuk
15. Ogilini-Peta, yaitu setan yang badanya seperti bara api
16. Asisa-Peta, yaitu setan yang tidak mempunyai kepala
17. Bhikku-Peta, yaitu setan yang berbadan seperti Bhikku
18. Bhikkuhuni-Peta, yaitu yang berbadan seperti Bhikkuhuni
19. Sikkhamana-Peta, yaitu setan yang berbadan seperti pelajar wanita atau calon            bhikkuni
20. Samanera-Peta, yaitu setan yang berbadan seperti samanera dan
21. Samaneri-Peta, yaitu setan yang berbadan seperti samaneri
4. Asurakaya-Bhumi atau Alam Asura adalah alam yang dikarenakan makhluk yang berdiam di ala mini jauh dari kemuliaan, kebebasan, dan kesenangan. Asurakaya-Bhumi terbagi menjadi 3 di antaranya :
1.      Dewa-Asura kelompok dewa yang disebut kelompok asura
2.       Niraya-Asura kelompok makhluk neraka yang disebut asura dan
3.      Peta-Asura kelompok setan yang disebut asura 
            Tujuh macam Sugati-Bhumi
1.      Manusia bumi atau atau alam manusia yaitu sudah mengetahui mana yang baik dan buruk.
2.      Catumaharajika-Bhumi atau alam empat dewa, yang menjadi penjuru alam (Davadhatarattha, Davairulaka, Davavirupakkha, dan Davakuvera).
3.      Tavatimsa-Bhumi, mencapai tingkat budha
4.      Yama-Bhumi, atau alam dewa yama, terbebas dari kesulitan
5.      Tusita-Bhumi, atau alam kenikmatan,para Bodhisattva yang telah menyempurnakan paramita untuk mencapai tingkat Buddha.
6.      Nimmanarati-Bhumi, atau alam dewa yang menikmati ciptaanya
7.      Paranimmita-Vasavati-Bhumi, atau alam dewa yang membantu menyempurnakakan ciptaan dari dewa-dewa lain.
Catumaharajika-Bhumi terbagi menjadi tiga macam yaitu :
1.      Akasattha-Devata, para dewa yang berdiam di angkasa
2.      Bhumamattha-Devata, para dewa yang berdiam di atas tanah
3.      Rukakhattha-Devata, para dewa yang berdiam di atas tanah

b.      Rupaloka ( alam kehidupan yang mempunyai rupa jhina atau alam bentuk, yang terdiri dari 16 alam di antarannya :
1.      Pathama Jhana Bhumi ( tiga alam kehidupan Jhana)
a)      Brahma Purohita, alam para mentrinya brahma
b)      Brahma Parisajja, alam pengikut brahma
c)      Maha Brahma, alam brahma yang besar
2.      Dutiya Jhana Bhumi (tiga alam kehidupan Jhana ke 2)
a)      Brahma Parittabha, alam para brahma yang kurang bercahaya
b)      Brahma Appamanabha, alam para brahma yang tak terbatas cahanya
c)      Brahma Abhasana, alam para brahma yang gemerlap cahayanya
3.      Tatiya Jhana Bhumi (tiga alam kehidupan ke 3)
a)      Brahma Parittasubha, alam para brahma yang kurang aurahnya
b)      Brahma Appamanasubha, alam para brahma yang aurahnya penuh dan tetap
c)      Brahma Subhakina, alam para brahma yang aurahnya penuh
4.      Catutha Jhana Bhumi (alam kehidupan Jhana ke 4)
a)      Brahma Asannasatta, alam para brahma yang kosong dari kesadaran (tidak bergerak)
b)      Brahma Vehapphala, alam para brahma yang besar palanya
5.      Alam Jhana ke empat selanjutnya di sebut alam Suddahavas yang terdiri dari 5 alam yaitu :
a)      Brahma aviha (alam kediaman para makhluk yang tidak bergerak)
b)      Brahma Atappa (alam kediaman para makhluk atau brahma yang suci)
c)      Brahma Sudassa (alam kediaman para makhluk atau brahma yang indah)
d)     Brahma Sudassi (alam kediaman para makhluk atau brahma yang terang)
e)      Brahma Akanittha (alam kediaman para makhluk atau brahma yang luhur)
c.       Arupaloka (alam kehidupan yang mempunyai arupa Jhana atau alam tanpa bentuk) yang terdiri dari 4 alam di antaranya :
1.      Akasanancayatana, keadaan konsepsi ruangan yang tanpa batas
2.      Vinnanacayatana, keadaan konsepsi kesadaraan tanpa batas
3.      Akicannayatana, keadaan konsepsi kebohongan
4.      Nevasannayatana, keadaan konsepsi bukan pencerapanpun bukan pencerapan.[4]
Menurut ajaran Buddha, alam bukan dicipta oleh tuhan melainkan dari hubungan sebab akibat. Yang mana hubungan sebab akibat dianggap sebagai manifestasi dari satu hukum yang berlaku. Hukum yang tetap, yang pasti, disebut dharma, yang mengatur tata tertib alam semesta, tidak tercipta, kekal dan imanen. Dharma yang mengatur alam ini disebut dharmaniyama yang digolongkan menjadi 5 aturan atau hukum, yaitu :
1.      Utuniyama adalah hukum yang menguasai peristiwa-peristiwa energi
2.      Bijaniyama adalah  hukum yang menguasai peristiwa-peristiwa biologis
3.      Karmaiyama adalah hukum yang mengatur bidang moral, yang bertumpu pada sebab akibat
4.      Cittaniyama adalah  hukum yang menguasai peristiwa-peristiwa batiniah
5.      Dharmaniyama adalah hukum yang tidak mengatur ke empat hukum di atas.[5]

B.     Konsepsi tentang manusia
Manusia merupakan makhluk yang menempati kedudukan khusus dan mempunyai corak yang sangat dominan. Dalam ajaran Buddha manusia merupakan titik tolak atau dasar dari ajaran seluruh Buddha.[6] Masalah manusia banyak dibicarakan dalam ajaran yang disebut Trilakhana atau tiga corak umum dalam ajaran Buddha. Tiga corak itu meliputi Anicca, Dukha, dan Anatta. Ajaran esensinya yaitu bahwa segala bentuk yang ada di alam ini tidak kekal atau selalu berubah-ubah.
-          Anicca menyajikan pokok-pokok persoalan untuk perenungan umat Buddha. Perenungan mengenai ketidakkekalan adalah salah satu dari 3cara utama di dalam meditasi ajaran Buddha untuk mencapai melihat kedalam  vipassan.[7]
-          Dukha menjelaskan bahwasannya segala yang sesuatu yang ada di alam ini merupakan dukha. Dalam ajaran Buddha dijelaskan bahwa manusia dalam keadaan penderitaan, dikarenakan hidup merupakan penderitaan yang tiada henti. Dalam ajaran catur arya satyani tentang hakikat dukha dapat dibedahkan menjadi 3 bagian, yaitu :
1.      Dukha sebagai penderita biasa atau dukha-dukha
2.      Dukha sebagai akibat dari perbuatan atau viparinamadukha
3.      Dukha sebagai keadaan yang saling bergantung atau sankharadukkha[8]

-          Anatta merupakan ajaran yang mengatakan bahwa tiada “aku” yang kekal atau tetap. Maksudnya bahwa segala sesuatu tidak mempunyai inti yang kekal (abadi). Anatta terdapat 3 tingkatan, yakni :
1.      Tidak terlalu mementingkan diri
2.      Kita tidak dapat memerintah terhadap siapa dan apa saja
3.      Bila tingkatan pengetahuan tinggi telah dicapai dan telah mempraktekan akan pengetahuan dan menemukan bahwa jasmani dan batinya sendiri tanpa aku atau tanpa pribadi.[9]
Dalam ajaran budha tentang manusia juga dijelaskan dalam ajaran catur arya satya (empat kesunyian suci). Dan manusia merupakan kumpulan dari kelompok energi fisik mental yang selalu dalam keadaan bergerak yang disebut Panchakanda atau 5 kelompok kegemaran yaitu :
1.      Rupakhandha adalah kegemaran akan wujud atau bentuk
2.      Vendanakhandha adalah kegemaran akan perasaan.
3.      Sannakhandha adalah kegemaran akan penyerapan yang menyangkut intensitas indra.
4.      Sankharakhandha adalah kegemaran bentuk-bentuk prilaku.
5.      Vinanakhandha adalah kegemaran akan kesadaran.[10]

C.  Catur Paramita

Di dalam diri manusia terdapat sifat-sifat ketuhannan (paramita) yaitu di dalam batinnya merupakan sumber dari segala perbuatan baik (kusalakamma) yang tercetus oleh pikiran, ucapan dan badan. Karena itu kita kita harus dapat mengembangkan paramita itu. Demi untuk kebahagiaan, ketenangan dan kegembiraan bagi hidup kita. Sifat ketuhanan itu terdiri dari Metta, Karuna, Mudita, dan Upekha. Yang disebut catur paramita.
Disamping adanya sifat ketuhanan, terdapat pula sifat-sifat Syetan atau jahat (mara) dalam batin manusia dan ini merupakan sumber dari segala perbuatan buruk (akusalakamma) yang tercetus pada pikiran, ucapan dan badan. Karena itu kita harus dapat melenyapkannya agar hidup kita tidak terus-menerus dalam kesengsaraan dan penderitaan yang tiada henti-hentinya.

a.       Catur Paramita (Empat Sifat Ketuhanan)

1.      Metta: ialah cinta kasih universal yang menjadi akar dari perbuatan baik (kusalakamma). Bila ini berkembang dosa akan tertekan.
2.      Karuna: ialah kasih saying universal karena melihat suatu kesengsaraan, yang menjadi akar perbuatan baik (kusalakamma). Bila ini berkembang lobha akan tertekan
3.      Mudhita: ialah perasaan bahagia (simpati) universal karena melihat makhluk lain bergembira, yang menjadi akar perbuatan baik (kusalakamma). Bila ini berkembang issa akan tertekan
4.      Upekha: ialah keseimbangan bhatin universal sebagai hasil dari melaksanaan metta. Karuna, mudita dan upekha, juga merupakan akar dari perbuatan baik  (kusalakamma). Bila ini berkembang moha akan tertekan dan bahkan akan lenyap.[11]
D. Catur Mara (Empat Sifat Syetan Jahat)

Mara merupakan sifat syetan yang selalu bertolak belakang denga sifat paramita. Sifat ini dimiliki oleh manusia yang keduanya sangat bertentangan. Yang apabila mara menguasai hidup kita akan penuh dengan derita (dukha).  Sifat mara ini dibagi menjadi empat sifat diantaranya:

1.      Dosa ialah kebencian yang menjadi akar dari perbuatan jahat (akusalakamma) dan akan lenyap bila dikembangkannya metta.
Dosa ini secara ethica (ajaran tentang keluhuran budi dan peraturaan kesopanan) bearti kebencian  dan secara psykologis (kejiwaan) bearti pukulan yang berat dari pikiran terhadap objek yang bertentangan.
Mengenai hal ini mempunyai dua nama, yaitu:  Patigha = jijik atau tidak senang dan Vyapada = Kemauan jahat

2.      Lobha ialah serakah yang menjadi akar dari perbuatan jahat (akusalakamma) dan akan lenyap bila dikembangkannya karuna. Lobha ini secara etika bearti keserakaan atau ketamaka. Tetapi secara psykologis bearti terikat pikiran pada objek-objek. Inilah kadang-kadang disebut tanha = keinginan yang tiada henti-hentinya: kadang-kadang juga disebut Abhijjha = mempunyai nafsu serakah dan kadang-kadang pula disebut Kama = Nafsu birahi serta raga = hawa nafsu.

3.      Issa ialah iri hati yaitu perasaan tidak senang melihat makhluk lain berbahagia. yang menjadi akar dari perbuatan jahat (akusalakamma) dan akan lenyap bila dikembangkannya mudita.

4.      Moha ialah kegelisahaan batin sebagai akibat dari perbuatan dosa, lobha dan issa, akan  lenyap bila dikembangkannya upekha. Moha bearti kebodohan dan kurangnya pengertian. Selain dari pada itu moha juga disebut Avijjha = ketidaktahuan atau Annana = tidak berpengetahuan atau Adassana = tidak melihat.[12]  
b.      Pikiran baik dan pikiran jahat dan akibatnya
Tersebutlah kata-kata yang di ucapan Buddha Gautama dalam kitab Dhammapada, yaitu bagian kecil dari Sutta-Pitaka yang berbunyi sebagai berikut:

Ayat 1: Segala sesuatu adalah hasil dari pada apa yang telah dipikirkan, berdasarkan pikiran dan di bentuk oleh pikiran. Bila seseorang berbicara atau bertindak dengan pikiran yang jahat, maka penderitaan akan mengikutinya seperti roda pedati yang mengikuti jejak kaki lembu yang menariknya.
Ayat 2: Segala sesuatu adalah hasil dari pada apa yang telah dipikirkan, berdasarkan pikiran dan dibentuk oleh pikiran. Bila seseorang berbicara atau bertindak dengan pikiran yang baik, maka kebahagiaan akan mengikutinya seperti bayangan yang tidak pernah meninggalkan dirinya.
c.       Kejahatan menerima kejahatan
a.       Bilamana kita membuat suatu kejahatan, janganlah perbuatan jahat itu terulang lagi. Usahakan agar diri kita tidak senang dengan kejahatan, karena penderitaan adalah sebagai buahnya.
            Haruslah diketahui bahwa sipembuat kejahatan melihat kebahagiaan selama perbuatan jahatnya belum masuk. Tetapi bilamana perbuatan jahat telah masuk, maka barulah ia melihat penderitaan sebagai akibatnnya.
            Janganlah kita meremehkan kejahatan dengan mengatakan, bahwa kejahatan itu tidak akan mencelakakan diri kita.
            Jika demikian kita bagaikan si dungu mengumpulkan kejahatan sedikit demi sedikit, seperti halnya tempayan akan penuh oleh air yang diisi setetes demi setetes.


b.      Perbuatan jahat adalah yang mengarahkan kita kejalan kehidupan yaitu :
-          Neraka atau neraya
-          Binatang atau tiracchana
-          Setan atau peta

d.   Kebaikan menerima kebaikan.
a.   Bila kita dapat membuat sesuatu perbuatan baik, maka berusahalah terus dapat mengulanganya perbuatan baik itu. Perlu diketahui bahwa si pembuta kebaikan akan melihat penderitaan selama perbuatan baiknya belum masuk. Tetapi apabila perbuatan baiknya telah masuk, maka akan terlihatlah kebahagiaan.
b.  Perbuatan baik adalah yang mengarahkan kita jalan kehidupan
1. Alam dewa: yang sebagaian besar di sebabkan oleh seseorang seperti berdana, mendengarkan dhamma, belajar dhamma, mendengarkan dhamma, menterjemahkan buku-buku dhamma untuk disebarluaskan, membangun vihara, membangun rumah sakit, membangun sekolah dan lain sebagainya.
2. Alam Brahma : yang sebaian besar di sebabkan oleh seseorang banyak sekali yang melaksanakan samatha bhavana sehingga yang diperolehnya jhana.
            Jhana berarti kesadaran/pikiran yang melekat  kuat dalam objek kammatthana (meditasi), yaitu kesadaran/pikiran terkonsentrasi pada objek dengan kekutan appna Samadhi (konsentrasi yang padai, yaitu kesadaran/pikiran terpusat pada objek dengan kuat).
3        Nibbana atau Nirvana; yang sebagain besar disebabkan oleh seseorang melaksanakan vippasana bhavana sehingga menjadi Arahat. Arahat berarti orang suci tingkat keempat yang terbebas dari kelahiran dan kematian atau telah bersatu dengan Sanghayang Adi Buddha.[13]
   





PENUTUP
Kesimpulan
Dalam kehidupan di dunia ini atau alam semesta sudah ada tata keduniaan alam yang sudah dibahas di atas, yang semua itu berkaitan dan berhubungan erat dengan manusia dan manusia itu sebagai makhluk hidup paling sempurna dibandingkan makhluk hidup lainnya sehinga memiliki sifat paramita dan mara yang semuanya itu dimiliki oleh makhluk hidup tanpa terkecuali manusia yang menempati alam semesta. Sehingga manusia dapt memilih hidup dalam kehidupannya yang dianggap benar maupun yang salah menurut nalurinya.


[1] Dr. A.G. Honing Jr, ilmu agama, PT GUNUNG MULIA, Jakarta 1997.h.202
[2] Mukti Ali, agama-agama di Dunia, IAIN SUNAN KALIJAGA ,Yogyakarta 1988.h.121
[3] Mukti Ali, Agama-Agama di Dunia.h.121-122
[4] Kebahagian Dalam Dharma, h. 300-309
[5] Mukti Ali, Agama-Agama di Dunia. h. 121-123
[6] Mukti Ali, Agama-Agama di Dunia. h. 123-124
[7] Drs, Suwarto T, Budha Dharma Mahayana, Majlis Agama Budha  Indonesia
[8] Mukti Ali, Agama-Agama di Dunia. h. 125
[9] Drs. Suwarto T, Budha Dharma Mahayana. h. 61
[10] Ibid
[11] Kebahagiaan Dharma-Dharma, h. 20-21
[12] Ibid
[13] Kebahagiaan Dharma-Dharma, h. 22-24

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More