1.
Pendahuluan
Kebanyakan
masalah yang dihadapi saat ini terjadi akibat pikiran yang tidak terlatih dan
tidak berkembang. Telah diketahui bahwa meditasi adalah obat untuk banyak
penyakit jasmani dan batin. Pakar medis dan npsikologis besar diseluruh
duniamenyatakan bahwa frustasi, kecemasan, kesengsaraan, kegelisahan,
ketegangan, dan ketakutan adalah penyebab dari berbagai penyakit, tukak lambung,
gastritis, keluhan saraf, dan penyakit jiwa. Bahkan penyakit yang laten akan
diperburuk dengan kondisi mental seperti demikian.
Aspek
lain yang menonjol dari ajaran Budha
adalah penyerapan jalan Ariya Beruas Delapan sebagai suatu cara hidup yang mulia.
Setiap umat Budha didorong untuk membentuk hidupnya sesuai dengan Jalan Arya
Beruas Delapan seperti yang diajarkan oleh sang Budha. Ia yang menyesuaikan
hidupnya selaras dengan jalan hidup yang mulia ini akan bebas dari kesengsaraan
dan bencana, baik dalam masa hiudp sekarang maupun sesudahnya. Ia juga akan
dapat mengembangkan pikirannya dengan mengekang kejahatan dan menjalankan
kebaikan.
2.
MEDITASI
Kata meditasi
berasal dari bahasa latin, meditatio,
artinya hal bertafakur, hal merenungkan, memikirkan, mempertimbangkan, atau
latihan atau pelajaran persiapan. Kamus
Teologi menjelaskan meditasi adalah doa batin, merenungkan kitab suci, atau
tema-tema rohani yang lain, bertujuan untuk mencapai kesatuan dengan Tuhan dan
memperoleh pemahaman atas kehendak Tuhan[1].
Sebagai seuatu bentuk doa bagi pemula, latihan meditasi langkah demi langkah
akan membawa orang kepada tingkatan kontemplasi yang lebih tinggi dan
sederhana.
Meditasi adalah pendekatan psikologis untuk
pengembangan, pelatihan, dan pemurnian pikiran[2].
Dalam hal doa, umat Buddha mempraktikkan meditasi untuk pelatihan mental dan
pelatihan spiritual. Tidak seorang pun dapat mencapai Nibbana atau keselamatan tanpa mengembangkan pikiran melalui
meditasi. Sejumlah perbuatan baik saja tidak akan cukup membawa seseorang untuk
mencapai tujuan akhir tanpa pemurnian mental yang sesuai. Hayalan dan emosi
selalu menyesatkan manusiajikia pikiran tidak dilatih dengan benar. Seseorang
yang tahu bagaimana caranya bermeditasi akan dapat mengendalikan pikirannya
jika tersesatkan oleh indera-indera.
Meditasi juga berarti pengembangan batin[3].
Melalui meditasi, batin dan seluruh kehidupan kita tumbuh secara spiritual,
karena kesadaran kita semakin berkembang. Kita semakin sadar akan diri kita,
orang lain, dan lingkungan kita, dan akhirnya menyadari realitas itu sendiri.
Kesadaran yang meningkat ini membantu kita untuk berurusan dengan situasi
kehidupan sehari-hari dengan lebih tenang dan bijak.
Menurut KBBI (2001), meditasi artinya pemusatan
pikiran dan perasaan untuk mencapai sesuatu. Meditasi mengandung pengertian
yang sama dengan tafakkur, yakni menimbang-nimbang dengan sungguh-sungguh,
memikirkan, merenung, atau mengheningkan cipta. Kamus yang sama menerangkan
arti bersemadi adalah memusatkan segenap pikiran (dengan meniadakan segala
hasrat jasmaniyah).
Dalam agama Buddha kata meditasi memang dipergunakan
sebagaisinonim dari semadi (samadhi)
dan pengembangan batin (bhavana). “memusatkan pikiran pada satu objek yang
tunggal, inilah yang disebut semadi”[4].
Semadi atau meditasi atau pemusatan pikiran dinamakan juga konsentrasi. Sebagai
metode atau cara mengembangkan batin, semadi dinamakan bhavana.
Meditasi dilakukan dengan pikiran. Bagaimanapun
posisi tubuh, jika pikiran berlari kesana sini dengan liar dan memikirkan objek
kemelekatan, itu bukanlah yang disebut semadi. “Pikiran adalah pemimpin, segala
sesuau dibentuk oleh pikiran”. Hasil meditasi berupa keadaan batin yang
menunggal, dengan pemusatan pikiran yang kuat memegang objek, dinamakan jhana
(pali) atau dhyana (Skt.). istilah
ini dalam bahasa Tionghoa Ch’an atau
dalam bahasa Jepang Zen.
Dalam bahasa Tibet, meditasi adalah gom, yang memiliki akar yang sama dengan
kata-kata yang artinya membiasakan diri[5].
Meditasi adalah membiasakan diri kita dengan sikap-sikap yang positif,
realistis, dan konstruktif. Ia membangun kebiasaan baik dari fikiran.
2.1
Semadi Benar
Semadi benar didefinisikan sebagai
pikiran yang baik, tepatnya yaitu kesadaran (citta)
dan corak batin (cetasika) yang baik,
terpusat dengan mapanpada satu objek. Pikiran yang baik atau suci lebih penting
dari pada terpusat, karena meskipun terkonsentrasi, pikiran yang buruk
menghasilkan semadi yang salah.
Semadi memiliki
karakteristik pikiran yang tidak kacau, atau tidak terganggu, memiliki fungsi
mengatasi kekacauan, menyebabkan tercapainya ketenangan. Manifestasinya tidak
bergelombang. Sebab yang terdekat yang menimbulkan pemusatan pikiran adalah
kebahagiaan. “dengan merasa bahagia, pikirannya menjadi terpusat”.
2.2
Tiga Faktor Semadi
Sebagai salah
satu faktor dari jalan mulia berunsur delapan, semadi benar tidak terpisahkan
dari daya upaya benar dan perhatian benar, karena itu ketiganya masuk dalam
kelompok semadi. Buddha membenarkan petunjuk Bikuni Dhammadinna kepada upasaka
Visakha, bahwa pemusatan pikiran membutuhkan syarat adanya daya upaya yang
benar berupa Empat ketekunan usaha yang benar, dan ditandai perhatian berupa
Empat Landasan Kesadaran. Jelas semadi adalah suatu keadaan yang positif, bukan
pasif atau terhipnotis lupa diri[6].
Daya upaya benar
yaitu Empat Usaha yang Benar, yang dilaksanakan dengan giat dan penuh semangat:
i.
Usaha
mencegah timbulnya pikiran buruk, yang tidak menguntungkan, yang menimbulkan
kerinduan dan kesesalan, dengan cara menjaga, mengawasi, dan mengendalikan
semua indera.
ii.
Usaha
melenyapkan pikiran yang diliputi hawa nafsu yang sempat muncul, dengan
mencampakkannya, mangakhirinya, mengalihkan pikiran pada sesuatu yang baru.
iii. Usaha membangkitkan atau mengembanglkan
faktor penerangan sempurna, melalui ketenangan, kelepasan, pengakhiran, dengan
tujuan mencapai kebebasan.
iv. Usaha mempertahankan objek konsentrasi
yang telah berhasil dicapai.
Perhatian benar
yaitu Empat Landasan Kesadaran, berupa perenungan terhadap:
i.
Badan
jasmani
ii.
Perasaan
iii. Fikiran
iv. Fenomena dharma
Terus-menerus mengamati
dengan rajin, terkendali, sadar, mengatasi dorongan keinginan dan kesalahan
yang timbul dalam dirinya. Pengamatan itu dilakukan secara internal, eksternal,
maupun internal dan eksternal secara bersama-sama. Dalam Mahasattipatthana-sutta Buddha menyatakan, “para Biku, satu-satunya
jalan yang membuat orang menjadi suci, mengatasi kesedihan dan ratapan,
mengakhiri hal-hal yang menyakitkan dan penderitaan, metode yang benar, untuk
merealisasi Nirwana, itulah Empat Landasan Kesadaran”.
2.3
Tiga Kelompok Satu Jalan
“Para Biku,
suatu yang tidak mungkin, menguasai semadi tanpa menguasai sila. Tidak mungkin
pula menguasai kebijaksanaan tanpa menguasai semadi”[7]. Semua
faktor dari Jalan Mulia Berunsur Delapan, yang dikelompokkan sebagai sila,
semadi, dan kebijaksanaan, membentuk satu jalan saja. Ketiga kelompok saling
bergantung, bagaikan sebuah pot berkaki tiga, yang terbalik jika langsung patah
salah satu kakinya.
Ada tiga macam
latihan, yaitu latihan didalam sila yang tinggi (adhisila- sikkha), kesadaran yang tinggi (adhicitta-sikkha) dan kebijaksanaan yang tinggi (adhipanna-sikkha). Seorang praktisi
hidup bermoral dan terkendali menurut winayana,
sempurna tingkah laku dan pergaulannya, takut melakukan pelanggaran walau kecil
sekalipun, melatih dirinya dalam peraturan-peraturan berdasarkan sila. Melatih
kesadaran dengan membebaskan diri dari hal-hal yang berhubungan dengan hawa
nafsu, bebas dari karma-karma yang tidak baik, masuk kedalam jhana tingkat demi tingkat. Melatih
kebijaksanaan dengan memahami kebenaran apa adanya, mengenai adanya duka, asal
mula duka, lenyapnya duka dan jalan menuju lenyapnya duka.
Latihan
kesadaran yang tinggi adalah praktik untuk mencapai ketenangan batin, dan
latihan kebijaksanaan yang tinggi adalah praktik untuk mencapai pandangan
terang. Kedua macam praktik ini dinamakan bhavana
atau kammatthana (Thana dasar, fondasi pengembangan bain).
2.4
Tujuan dan Manfaat Semadi
Menyatukan diri
dengan makhluk ghaib atau keadaan tak sadarkan diri, kehilangan daya pikir,
kehilangan daya pikir sendiri, bukanlah meditasi yang dimaksud dalam agama
buddha. Meditasi Buddhis juga tidak ada hubungannya dengan mistik. Mistik
menjauhkan diri kita dari kenyataan, meditasi mendekatkan kita pada kenyataan.
Dengan meditasi kita dapat melihat secara langsung khayalan dan halusinasi,
sehingga menyadarkan kita akan berbagai bentuk kebodohan dan pandangan yang
kelliru.
Ø Tujuan
Berdasarkan metode yang diajarkan oleh
Buddha, tujuan meditasi adalah mencapai ketenangan batin (samatha) dan pandangan terang (vipassana),
dengan tujuan akhir satu-satunya untuk memperoleh keadaan batin yang tidak
tergoyahkan (akuppa ceto vimutti),
jaminan tertinggi untuk terbebas dari semua belenggu batin dengan mengikis
habis semua kotoran batin. “orang bijaksana tekun bersemadi, selalu berusaha
keras, akan mencapai nirvana, kebebasan mutlak, kebahagiaan tiada tara”[8].
Itulah tujuan akhirmeditasi, yakni
Nirwana yang tercapai dalam kehidupan sekarang ini juga. Dan Nirvana tidak akan
tercapai tanpa semadi. Sebelum tujuan akhir ini tercapai, sebelum meninggal
dunia, praktisi yang memperoleh kemajuan dalam semadi akan terlahir di
alam-alam yang luhur.
Ø Manfaat
Hasil latihan
meditasi berupa kemajuan spiritual akan membuat hidup praktisi menjadi lebih
baik. Meditasi menghasilkan kesabaran, ketenangan dan kedamaian. Pengaruhnya terhadap keseimbangan batin
keharmonian fisik, mental dan spiritual membentk praktisi untuk berpikir jernih
dan menumbuhkan kecerdasan.
Meditasi
berpengaruh terhadap fungsi jasmani yang bermanfaat bagi kesehatan, seperti
peningkatan kebugaran dan daya tahan tubuh, hingga penyembuhan sejumlah
penyakit[9].
2.5
Kemampuan Supernatural
Sejumlah Sutta
mengungkapkan bahwa pemusatan pikiran menghasilkan kemampuan supernatural.
Misal, Brahmajalla-sutta menguraikan
adanya petapa dan Brahmana yang dapat mengingat riwayat hidupnya dan alam-alam
kehidupannya yang lampau. Mahalli-sutta
menjelaskan tentang Sunakkhata mendapatkan mata batin, sehingga dapat melihat
berbagai bentuk yang menyenangkan, yang ada di alam dewa. Sesuai dengan
pemusatan pemikiran yang dikembangkan, seseorang juga dapat memperoleh telinga
batin.
2.6
Kesesuaian Jenis Watak
Pokok-pokok
objek meditasidikembangkan sesuai dengan penggolongan watak manusia. Yaitu:
Ø Watak yang penuh nafsu (raga-carita)
Ø Watak yang penuh kebencian (dosa-carita)
Ø Watak yang dungu (moha-carita)
Ø Watak yang mudah percaya (saddha-carita)
Ø Watak yang cerdas (buddhi-carita)
Ø Watak yang spekulatif / melamun (vitakka-carita)
Penilaian watak
berdasarkan sifat seseorang yang dominan, dengan memperhatikan antara lain
postur, cara kerja, cara makan dan makanannya, caa melihat sesuatu, keadaan dan
kelakuan yahng ditunjukkannya.[10]
2.7
Pencapaian Konsentrasi
a.
Tingkatan konsentrasi
Ada tiga
tingkatan konsentrasi, yaitu[11]:
Ø Konsentrasi sesaat (khanika-samadhi)
Ø Konsentrasi permulaan (upacara-samadhi)
Ø Konsentrasi penuh (appana-samadhi)
Ketiga tingkatan
konsentrasi dianggap sebagai wujud dari kesucian pikiran, karena dikenali dari
tiadanya lima rintangan batin, apakah untuk sementara waktu saja atau untuk
waktu yang lebih lama sebagaimana yang diinginkan.
b.
Gambaran Batin
Gambaran batin
menunjukakan tigkat perkembangan perenungan pada suatu objek, yang dibedakan
atas:
Ø Gambaran batin selama pembacaan
Ø Gambaran batin tercapai
Ø Gambaran batin terkendali
c.
Faktor-Faktor Jhana
Jhana merupakan
keadaan batin diluar aktivitas panca indera. Aktivitas panca indera berhenti,
tidak muncul kesan-kesan yang datang dari semua indera itu, namun kesadaran
tetap terpelihara, dan batin tetap aktif.
Dalam meditasi
pandangan terang tidak diperlukan jhana. Orang yang melakukan vipassana-bhavana harus memulai dari
konsentrasi permulaan sampai ia memiliki kebijaksanaan yang sempurna. Dengan
itu ia dapat mengembangkan gambaran batin, dan mengakhiri proses tumimbal-lahir.
2.8
Rintangan Konsentrasi
a.
Lima rintangan Batin
Terdapat liima
rintangan berupa kotoran batin, yang terdiri dari:
Ø Nafsu keinginan akan objek indra yang
menyenangkan
Ø Niat atau kemauan jahat, dendam
Ø Kemalasan dan kelesuuan
Ø Kegelisahan dan kelesuan
Ø Keraguan
b.
Rintangan Pandangan Terang
Yang menghambat
perkembangan pandangan terang terdiri dari:
Ø Sinar-sinar gemerlapan, kegiuran,
ketenagan, kebahagiaan, keyakinan yang membawa gairah, usaha, ingatan yang
tajam, pengetahuan langsung, keseiimbangan batin, perasaan puas terhadap
objek-objek.
2.9
Praktik Meditasi
a.
Persyaratan Internal Meditator
Ø Memiliki sila
Ø Menghilangkan berbagai rintangan fisik,
yaitu kehawatiran
Ø Mendekati guru dengan cara yang benar,
hormat dan percaya terhadap guru, memberitahukan apa yang kita inginkan darinya
Ø Mempelajari sifat semadi yang baik
Ø Memilih tempat atau lingkungan untuk
latihan meditasi, sesuai dengan watak praktisi
Ø Mempunyai objek semadi yang sesuai
dengan watak masing-masing yang dominan
Ø Melenyapkan rintangan-rintangan kecil
Ø Menimbulkan, mempertahannkan dan
mengembangkan gambaran batin
b.
Persyaratan Eksternal Meditator
Terdapat tujuh
hal yang dapat membantu seorang meditator agar ia berhasil melaksanakan
meditasinya, yaitu:
Ø Tempat tinggal yang pantas
Ø Wilayah yang pantas
Ø Pembicaraan yang pantas
Ø Makanan yang pantas
Ø Orang-orang yang pantas
Ø Iklim yang pantas
Ø Posisi tubuh yang pantas
c.
Persiapan Meditasi
Latihan meditasi
dimulai dengan pengertian yang benar, pikiran yang bersih, i’tikad yang baik
dan tekad yang kuat. Setelah memilih subjek meditasi, praktisi mengundurkan
diri ketempat yang tenang dan nyaman. Lingkungan yang sunyi tidak memberi arti
tanpa kesunyian dalam diri praktisi, dan tempat yang ramai bisa jadi tidak
emnjadi masalah bagi mereka yang tenang pikirannya.
Pemula sebaiknya
tetap bermeditasi ditempat yang sama, tidak berpindah-pindah tempat. Hingga
pada waktu yang sama, biasanya pagi atau malam hari, ketika pikiran segar,
aktif, dan keadaan fisik tidak lelah, tidak juga lapar. Lama meditasi kira-kira
sepanjang waktu yang dibuthkan oleh sebatang dupa hingga terbakar habis, paling
tidak dua puluh hingga tiga puluh menit.
d.
Posisi Tubuh
Meditasi duduk
seperti pada praktik za-zen (za duduk
bersila, zen meditasi), bisa di dahului
dengan beberapa gerakan latihan pendahuluan.
Praktisi yang
memilih posisi berdiri, menempatkan kakinya sedikit renggang. Kedua tangan
didepan tubuh, tangan kanan memegang tangan kiri. Keseimbangan tubuh harus
dijaga supaya batin tenang.
Meditasi cara
berjalan disebut cankamana. Pemula
berjalan perlahan-lahan agar dapat mengembangkan perhatian kesadaran (satti). Terdapat beberapa cara berjalan
yaitu:
Ø Berjalan dengan menghitung langkah kaki.
Ø Berjalan dengan menyadari langkah maju,
mundur, kekiri dan kekanan. Menyadari gerakan kaki kanan sewaktu kaki kanan
melangkah, kaki kiri sewaktu kaki kiri melangkah. Gerakan setiap tangan pada
waktu berjalan juga harus disadari.
Ø Berjalan dengan menggunakan objek
meditasi gambaran tubuh, seolah-olah melihat tubuh sendiri, dan mengamati
seluruh kegiatan atau gerakan tubuh.
Posisi berbaring
dilakukan dengan tubuh rebah kearah kanan, dengan kaki kiri diatas kaki kanan,
seperti posisi tubuh Buddha Gotama disaat pari nirwana. Posisi arah sebaliknya
juga dimungkinkan, yang penting bagaimana pikiran dapat diarahkan.
3.
JALAN ARIYA BERUAS DELAPAN (Jalan Tengah)
Jalan Arya Beruas Delapan
(Kebenaran ARYA Keempat) adalah suatu rumus yang sistematik dan lengkap untuk
lepas dari ketidakpuasan dan mencapai kebahagiaan sejati. Jalan ini berisi
segala sesuatu yang diperlukan untuk kehidupan yang mulia, kejernihan
pemahaman, dan pencapaian kebijaksanaan, yang menghindari ekstrem pemanjaan
diri maupun penyaksian diri. Kedelapan faktor Jalan AriyA Beruas Delapan dapat
dibagi kedalam tiga aspek diantaranya sebagai berikut:
3.1 Disiplin
Moral (Sila):
1. Perkataan Benar
2. Perbuatan Benar
3. Penghidupan Benar
3.2 Pengembangan Bathin
(Samhadi):
4. Usaha Benar
5. Perhatian Benar
6. Konsentrasi Benar
3.3 Kebijaksanaan
(Panna):
7. Pandangan Benar
8. Kehendak Benar
v Penjelasan
i.
Perkataan
Benar
Kita
seharusnya berusah memperhatikan dan menghargai sifat-sifat baik dan pencapaian
orang lain dan alih-alih melepaskan kemarahan atau rasa frustasi kita kepada
mereka. Kita dapat saling memberikan dukungan moral, penghiburan kala duka, dan
berbagi Dhamma. Perkataan adalah alat ampuh untuk mempengaruhi orang lain.
Ketika ucapan digunakan dengan bijaksana, banyak yang akan mendapat manfaat.
Perkataan Benar adalah menghindari[12]:
a. Berbohong
b. Memfitnah
c. Berkata kasar
d. Obrolan kosong
Kita seyogyanya:
- Memberikan pujian
yang tepat.
- Mengkritik hanya yang
bersifat membangun.
- Menyebarkan
kebenaran.
- Menyampaikan ucapan
yang menyembuhkan.
- Bisa tetap diam bila
diperlukan.
ii.
Perbuatan
Benar[13]
Latihan
Perbuatan Benar meliputi menghargai kehidupan, kepemilikan, dan hubungan
pribadi pihak lain. Latihan ini membantu mengembangkan watak kendali diri dan
berperhatian terhadap hak-hak makhluk lain. Perbuatan Benar adalah menghindari:
-
Membunuh.
-
Mengambil
yang tidak diberikan.
-
Melakukan
perbuatan asusila.
Perbuatan Benar termasuk
juga tindakan jasmani yang membawa manfaat bagi pihak lain. Ini termasuk
menolong dan menyelamatkan makhluk lain dari bahaya atau penderitaan.
iii.
Penghidupan
Benar[14]
Penghidupan
Benar berarti berpencaharian dengan tidak merugikan makhluk lain. Dalam memilih
pekerjaan, kita seharusnya menghargai kehidupan dan kesejahteraan semua
makhluk.
Ada
lima jenis mata pencaharian yang Buddha anggap sebagai cara-cara yang tidak menghargai
kehidupan. Kelimanya seharusnya dihindari karena menyebabkan penderitaan dan
kesengsaraan pihak lain, at upun
menciptakan perpecahan dalam masyarakat. Mata pencaharian yang seharusnya
dihindari adalah:
-
Berdagang
senjata.
-
Berdagang
hewan untuk disembelih.
-
Berdagang
budak dan pelacuran.
-
Berdagang
minuman keras.
-
Berdagang
racun.
iv.
Usaha
Benar
Usaha
diperlukan untuk menanam kebijakan atau mengembangkan batin kita, karena kita
sering lalai atau tergiur untuk mengambil jalan keluar yang gampang. Buddha
mengajarkan bahwa pencapyan kebahagiaan sejati dan pencerahan tergantung pada
usaha kita sendiri.
Usaha adalah akar dari
segala pencapaian. Jadi, tak peduli betapa besar pencapaian Buddha, atau betapa
hebatnya ajaran Buddha, kita harus menjalankan ajaran tersebut secara nyata
untuk mencapai hasil yang diharapkan. Ada empat jenis Usaha Benar yang perlu
dijalankan:[15]
1.
Usaha
untuk mencegah munculnya pikiran buruk (ketamakan, kebencian, dan kegelapan
batin).
2.
Usaha
untuk melepaskan pikiran buruk yang telah muncul.
3.
Usaha
untuk mengembangkan pikiran baik (kedermawanan, Cinta Kasih, dan
Kebilaksanaan).
4.
Uasaha
untuk memelihara pikiran baik yang telah muncul (sekalipun ketika tidak
diperhatikan oleh orang lain).
v.
Perhatian
Benar
Perhatian
murni (sati) adalah paktor penting dalam kehidupan lain sehari-hari kita. Ini
adalah faktor mental yang membuat kita mampu mengingat serta menjaga kesadaran
dan perhataian kita pada apa-apa yang bermanfaat dalam hal pikiran, perkataan,
dan perbuatan. Sebagai contoh, ketika kita bangun pada pagi hari, kita bisa
bertekad, “Hari ini sebisa mungkin aku akan berusaha untuk tidak merugikan
makhluk lain dan akan membantu mereka.” Perhatian murni akan membantu
mempertahankan pemikiran tersebut dalam
pikiran kita sepanjang hari, dan menyadarkan kita apakah perbuatan sehari-hari
kita sesuai dengan niat tadi. Pikiran harus selalu sadar akan apa yang terjadi
agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
Melatih Perhatian Benar
diperlukan untuk mencapai Kebijaksanaan dan Pencerahan. Pikiran harus
terkendalikan dan terlindungi dari kekacauan. Keserakahan dan kemarahan harus
dihindari dengan sadar. Perhatian diberikan pada pikiran karena melalui pikiran
segala sesuatu dicerna, ditafsir, dan dipahami. Untuk mencapai Kebahagiaan
Sejati, pikiran yang tidak disiplin pertama-tama harus dikendalikan. Menaklukan
pikiran berarti menaklukan dunia.
vi.
Konsentrasi
Benar
Meditasi
adalah proses bertahap untuk melatih pikiran agar agar terpusat pada suatu
objek tunggal, dan tak tergoyahkan pada objek tersebut. Objek konsentrasi bisa
berupa hal materi seperti bunga atau non materi seperti cinta kasih. Bahkan
jika kita berlatih Meditasi selama lima belas menit setiap hari, kita akan
mulai merasakan manfa’atnya. Latihan meditasi yang teratur akan membantu kita
untuk mengembangkan pikiran yang tenang dan terousat, serta menyiapkan kita
untuk pada akhirnya mencapai kebijaksanaa dan pencerahan.[16]
vii.
Pandangan
Benar[17]
Pandangan
Benar atau Pengertian Benar adalah melihat segala sesuatu sebagaimana adanya,
bukan-Nya sebagaimana tampaknya. Untuk melihat segala sesuatu sebagaimana
adanya, kita harus mengamati diri kita sendiri dan sekitar dengan cermat,
menyelidiki arti sebenarnya dari yang diamanati. Pandangan Benar adalah
pengetahuan sejati akan segala sesuatu yang direalisasikan oleh diri sendiri
melalui praktik.
Sikap menyalidiki akan
menalaah penting untuk mencapai Pandangan Benar. Buddha mengajarkan kepada kita
untuk tidak percaya begitu saja pada desas-desus, tradisi, atau kewenangan
sebagai kebenaran. Melainkan untuk menimbang kebenaran dengan pengalaman kita
sendiri yang objektif dan adil. Buddha mengajarkan, seperti halnya orang
bijaksana yang tidak menerima begitu saja bahwa setiap yang berkilau keemasan
adalah emas., tetapi mengujinya terlebih dahulu. Dengan demikian, kita mestinya
tidak menerima begitu saja apa yang didengar tanoa mengujinya dengan pengalaman
kita sendiri.
Meskipun demikian, dalam
mencari kebenaran, kita bisa saja menilik ajaran Buddha sebagai acuan bantu.
Ini adalah langka pertama menuju pengembangan Pandangan Benar. Kita segiyanya
mendengar dan mempelajari ajaran Buddha dan penjelasan guru-guru yang
berkualitas. Akan tetapi, mendebgarkan ajaran Buddha saja tidaklah cukup, kita
juga harus memperhatikan dan sungtguh-sungguh mencoba untuk menjalaninya,
Buddha berkata bahwa
mwngembangkan Pandangan Benar adalah seperti orang buta yang matanya
tercelikkan, seluruh sikapnya terhadap hal-hal yang semula disukai atau ttidak
disukai akan berubah karena telah mampu melihat semuanya dengan tepat.
viii.
Kehendak
Benar[18]
Kehendak atau pikiran akan mempengaruhi
perkataan dan perbuatan kita. Jika kita berkata atau bertindak atau berdasarkan
pikiran yang tamak atau penuh amanah. Maka kita akn berkata atau bertindak
dengan salah, akibatnya kita akan menderita. Sangatlah penting untuk memurnikan
pikiran, jika kita betul-betul berminat memperbaiki tingkah laku kita. Kehendak
Benar mengetahui bagaimana menggunakan pengetahuan yang kita miliki untuk
kebaikan diri kita sendiri dan semua makhluk.
Kehendak Benar berarti menghindari nafsu
keinginan dan niat buruk, dan membangkitkian pikiran tentang melepaskan
kemelekatan. Mengembangkan Cinta Kasih dan Walah Asih. Nafsu keinginan harus
dihindari karena tidak akan pernah terpuaskan dan mengarahkan pada tindakan
yang keliru. Pikiran yang tidak melekat akan menyingkirkan nafsu keinginan,
sementara Cinta Kasih dan Walah Asih akan mengenyahkan niat buruk.
http://www.youtube.com/watch?v=hLvU7ppM4vE
http://www.youtube.com/watch?v=mH2sEqrCza4
http://www.youtube.com/watch?v=_IFvablc6EI
http://www.youtube.com/watch?v=3xLBrUFuyKg
http://www.youtube.com/watch?v=AjMK5S2hnOo
http://www.youtube.com/watch?v=9dt8HWeryFA
http://www.youtube.com/watch?v=mH2sEqrCza4
http://www.youtube.com/watch?v=_IFvablc6EI
http://www.youtube.com/watch?v=3xLBrUFuyKg
http://www.youtube.com/watch?v=AjMK5S2hnOo
http://www.youtube.com/watch?v=9dt8HWeryFA
DAFTAR
PUSTAKA
v Mukti, Krishnanda wijaya. Wacana Buddha-Dharma. Yayasan Dharma
Pembangunan. cet.III Jakarta: 2006
v Dhammananda, Sri. Keyakinan Umat Buddha. Yayasan Penerbit Karania. Cet.V
Jakarta: 2007
v Jadilah
Pelita Ajaran Universal Buddha. Yayasan Penerbit
Karania dan Ehipassiko Foundation. Jakarta : 2005
[1] Krishnanda Wijaya-Mukti, Wacana
Buddha Darmha, Yayasan Dharma Pembangunan, Jakarta. Hal 212
[2] Sri Dhammananda, Keyakinan Umat
Buddha, Yayasan Penerbit Karaniya, hal 295
[3] Terjemahan be a Lamp Upon
Yourself, dsb. Jadilah Pelita Ajaran
Universal Buddha. Hal 227
[4] Krishnanda Wijaya-Mukti, Wacana
Buddha Darmha, Yayasan Dharma Pembangunan, Jakarta. Hal 213
[5] Ibid, Hal 213
[6] Ibid. Hal 216
[7] Ibid. Hal 217
[8] Ibid., hal. 218
[9] Ibid., hal. 219
[10] Ibid., hlm 225
[11] Ibid., hlm 227
[12] Terjemahan be a Lamp Upon
Yourself, dsb. Jadilah Pelita Ajaran
Universal Buddha. Hal 35
[13] Ibid.,hlm36.
[14] Ibid.,Ihlm 37.
[15] Ibid.,hlm 38
[16] Ibid.,hlm 41
[17] Ibid.,hlm 42
0 komentar:
Posting Komentar